Ketika Tukang Sayur Jadi Penyelamat Perut Bangsa

tkg s

Alhamdulillah, Last day one day one post…

Tanpa disadari, kita sangat terbantu dengan tukang-tukang yang sering lalu lalang di depan rumah. Mulai dari tukang sol sepatu, tukang jamu, tukang tambal panci, tukang sayur keliling.

Eh tapi di komplek rumah saya dilarang ada tukang sayur keliling, lantaran beberapa rumah di dalam komplek jualan sayur. Jadi supaya tidak menghambat rezeki mereka, dilaranglah tukang sayur keliling masuk komplek. Padahal penting banget, kalau lagi mager atau hujan, mereka menjadi penyelamat perut-perut di rumah.

Berbiacara soal tukang sayur, insting emak-emak saya langsung muncul. Nggak tahu kenapa, perasaan barang dagangan di tukang sayur itu penting banget dan berasa pengen dipindahin ke dalam kulkas di rumah.

Nyaris semua emak yang saya temui kalau belanja di tukang sayur, ngeluh gini. “Bawa uang 50 ribu masa dapet segini doang,” kata seorang ibu sambil tertawa ngenes.

Bener juga sih, keluhan semua emak itu adalah serba mahal, udah kayak obrolan setiap hari yang didengar.

Saya punya cerita sedikit, ada tukang sayur di rumah yang jadi langganan. Apalagi ketika saya hamil dan harus bedrest di rumah sepanjang kehamilan. Jadi hampir setiap hari saya SMS minta dianterin beberapa barang untuk masakan di rumah, dan saya tinggal bayar. Keren, ada delivery segala.

Apalagi waktu bedrest itu pas banget pembantu mudik nggak balik lagi. Yah, namanya juga emak, kalau disuruh bedrest sama dokter, tetep aja megang kerjaan, salah satunya masak (meski rasanya standar abbesss). Kasian dong liat anak dan pak suamik nggak makan.

Beberapa kali suka kebingungan ketika tukang sayur di rumah kompak nggak dagang. Ada yang pergi, ada yang waktunya tutup, ada yang sakit, dari sana berasa banget, tukang sayur itu sebagai ‘penyelamat perut bangsa’. Kalau nggak ada tukang sayur, mau makan apa? Beli di warteg? Belum tentu rasa dan makanannya sesuai. Pake Ojol? Mahhall kalee. Hidup tukang sayur!

AAL

 

 

3 thoughts on “Ketika Tukang Sayur Jadi Penyelamat Perut Bangsa

  1. Emang sih harganya lebih mahal dari kalo kita beli di pasar. Tapi, eeetapi, coba pikirin kalo kita ke pasar, blom ongkosnya, taroklah kita dianter suami or anak naik motor,, blom bensinnya, blom energi yang terkuras karena macet, Hayooo…kan mending mahalan dikit beli di tukang sayur keliling #jangansukanawar-nawarya!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s